Jumat, 20 Desember 2013

Teori-teori dalam Komunikasi Antarpribadi


TEORI- TEORI DALAM KAP

PRESENTED BY:
Silvania S.E Mandaru,S.Sos, M.Comn

Dalam ilmu komunikasi setidaknya bisa   ditemukan 2pendekatan teoritik.   Pertama , teori objektif dan kedua teori interpretif. 
1. APREHENSI KOMUNIKASI
  Sebelum membahas teori ini, kita menjelajahi dulu makna aprehensi komunikasi. Ada yang menyatakan bahwa aprehensi komunikasi merupakan kondisi kognitif seseorang yang mengetahui bahwa dirinya saat berkomunikasi dengan orang lain karena kekhawatiran dan ketakutannya, tak memiliki pikiran apapun dalam benaknya dan juga tidak memahami sebab akibat social sehingga menjadi orang yang “mati rasa”. 
Ada juga yang menyebutkan bahwa aprehensi komunikasi itu terjadi manakala individu memandang pengalaman komunikasinya itu tidak menyenangkan dan merasa takut berkomunikasi.
Lebih umum dipakai dalam kom.kelompok.
McCroskey merupakan
salah satu ilmuwan komunikasi yang banyak meneliti fenomena aprehensi komunikasi dalam komunikasi antarpribadi.
APREHENSI KOMUNIKASI
 McCroskey menyatakan bahwa aprehensi komunikasi     itu muncul pada manusia karena pengaruh suasana komunikasi di rumahnya. Dinyatakan bahwa faktor-faktor lingkungan rumah, seperti jumlah percakapan dengan anggota keluarga dan gaya interaksi anak-orang tua akan mempengaruhi perilaku komunikasi anak. Ini menunjukan bahwa lingkungan keluarga menjadi penentu penting ada tidaknya "

Penyebab aprehensi komunikasi dikelompokkan menjadi 3 (tiga) kategori  :
 1.    Aktivitas berlebihan. Hal ini menunjukan bahwa secara psikologis kita terlalu aktif sebelum kegiatannya sendiri dilakukan.
.
Cth: Saat kegiatan di luar kota, kita sibuk berbelanja& jalan-jalan sebelum kegiatan hari H. Alhasil pada hari H kita sudah terlalu kecapaian dan tidak fokus

2. Pemprosesan kognitif yang tidak tepat. Hal ini untuk menunjukan rasa tidak nyaman dalam menghadapi kegiatan komunikasi. Oleh karena itu, penyebab aprehensi komunikasi ini dipandang terkait dengan bagaimana kita berpikir tentang komunikasi dan bagaimana proses komunikasi itu dipandang menakutkan.
Cth :  Kita akan bertemu dengan seorang dosen untuk meminta ujian susulan karena pada saat ujian kita sakit. Kita terlebih dahulu memikirkan situasi menyeramkan yang akan berlangsung dalam komunikasi tersebut.

3. Keterampilan komunikasi  yang tak memadai. Ini untuk menunjukan bahwa kita tak tahu bagaimana berkomunikasi secara efektif. Jika kita merasa tidak terampil berkomunikasi maka dengan sendirinya kita pun akan memandang kegiatan komunikasi merupakan kegiatan yang menegangkan.

B. SELF-DISCLOSURE
 Dalam self-disclosure orang membuka diri dan menyatakan informasi tentang dirinya pada lawan komunikasinya. Bahkan informasi yang di ungkapkan pun bukan informasi yang biasa-biasa saja melainkan informasi yang mendalam tentang dirinya.

3. TEORI PENETRASI SOSIAL
Teori ini pada intinya menyatakan bahwa kedekatanantarpribadi itu berlangsung secara bertahap (gradual) dan berurutan yang di mulai  dari tahap        biasa-biasa saja hingga tahap intim sebagai salah satu fungsi dari dampak saat ini maupun dampak masa       depannya.
Altman dan Taylor (1973) mengemukakan suatu model perkembangan hubungan yang disebut social penetration atau penetrasi social, yaitu suatu proses di mana orang saling mengenal satu dengan lainnya. Model ini selain melibatkan self-disclosure juga menjelaskan bilamana harus melakukan self-disclosure dalam perkembangan hubungan.
Penetrasi merupakan proses bertahap, dimulai dari komunikasi basa-basi yang tidak akrab dan terus berlangsung hingga menyangkut topic pembicaraan yang lebih pribadi/akrab, seiring dengan berkebangnya hubungan. Di sini orang akan membiarkan orang lain untuk lebih mengenal dirinya secara bertahap. Dalam proses ini biasanya orang akan menggunakan persepsinya untuk menilai keseimbangan antara upaya dan ganjaran (costs and rewards) yang diterimanya atas pertukaran yang terus berlangsung untuk memperkirakan proses hubungan mereka. Jika perkiraan tersebut menjanjikan kesenangan/keuntungan, maka mereka secara bertahap akan bergerak menuju tingkat hubungan yang lebih akrab.
Oleh karena itulah, dalam teori ini  dinyatakan bahwa relasi akan menjadi semakin intim apabila disclosure berlangsung artinya, orang-orang yang menjalin komunikasi antarpribadi masing-masing melakukan, self-disclosure. Proses self-disclosure itu berlangsung seperti  kita mengupas sesiung bawang. Makin dalam kita buka maka kita akan makin membawa kita memasuki bagian terdalam dari bawang tersebut.
Pada awalnya kita dalam self-disclosure  itu hanya membicarakan hal-hal yang umum yang merupakan bagian luar, seperi soal warna faviorit , music favorit atau makanan yang paling nikmat. Lalu. Masuk lebih dalam lagi dengan membicarakan soal-soal politik. Pada tahap ketiga, kita mulai membicarakan keyakinan dan sikap beragama kita. Lalu, tahap-tahap berikutnya kita mulai membahas kekhawatiran dan fantasi-fantasi terdalam kita. Akhirnya, pada puncaknya kita menyatakan konsep diri kita.

4. TEORI PENGURANGAN KETIDAK PASTIAN
Mengapa kita menggali pengetahuan tentang  rekan kita ? Teori ini menjelaskan, hal tersebut dilakukan manusia guna mengurangi ketidakpastian atau meningkatkan prediktabilitas perilaku masing-masing dalam interaksi yang akan mereka kembangkan, misalnya rekan sebangku kita menyebut ayahnya adalah anggota TNI, tentunya dalam benak kita ada bayangan begimana perilaku seorang anak perwira TNI. Bayangan itu  akan berbeda apabila rekan sebangku kita menyebut pekerjaan ayahnya adalah pedagang sayur-mayur di  pasar atau seorang  guru besar di satu perguruan tinggi ternama.
Menggali pengetahuan berupa memahami itulah yang merupakan perhatian utama kita saat bertemu dengan seseorang  yang belum kita kenal. Jika kita berdiam diri dalam ketidaktahuan, tidaklah akan membuat kita merasa tenang. Jika kita mengetahui siapa orang yang kita ajak berbincang-bincang, tentunya akan lebih membuat diri kita merasa tenang dan nyaman apabila dibandingkan dengan berbincang dengan orang yang tidak kita kenal. Oleh karena itu, kita akan berusaha mengetahui dan memahami siapa orang tersebut.

E.    TEORI DIALEKTIKA RELASIONAL
Agar bisa lebih memahami dialektika ini, kita kembali lagi bahwa relasi antar pribadi itu  tidak statis atau menurut Teori Dialektika Relasional, bersifat cair. Orang-orang yang menjalin relasi dan berkomunikasi antarpribadi pada batinya mengalami apa yang dinamakan tarikan konflik. Tarikan konflik itulah yang menyebabkan relasi menjadi selalu berada dalam kondisi cair, yang dikenal sebagai ketegangan dialektis. Kita terayun-ayun di antara dua kutub relasi. Antara harmonis dan konflik atau antara akrab dan bermusuhan.

F.    TEORI PENILAIAN SOSIAL
Dalam melakukan penilaian terhadap pesan yang diterima, orang bisa melakukan dua hal, pertama mengkontraskan dan kedua mengasimilasikan. Kontras merupakan distorsi perseptual yang membawa pada polarisasi ide.mengontraskan antara pandangan kopi itu bermanfaat bagi kesehatan dan kopi itu merugikan kesehatan. Sedangkan asimilasi menunjukan kekeliruan penilaian yang bertentangan. 
Mirip dengan pantulan bola pingpong di meja pingpong. Ide yang dilontarkan sejalan dengan pandangan-pandangan atau sikap dasar penerimaan, dipantulkan dan diterima pembicaraan yang memiliki kesamaan dengan penerima. Ini terjadi apabila pesan yang disampaikan diterima dalam sikap pendengarnya pada wilayah penerimaan.
Ada tiga hal yang dikemukaakan “Teori Penilaian Sosial” yang sudah di uji melalui eksperimen yang bisa di pergunakan untuk mengkaji pengaruh komuniaksi antarpribadi.
  Ketiga hal tersebut adalah sebagai berikut :
 Pembicara yang memiliki kredibilitas tinggi akan mampu menyampaikan pesan yang masuk ke dalam wilayah penerimaan pendengarnya. Misal penjelasan tentang bahaya rokok yang disampaikan seorang awam akan diterima secara berbeda dengan penjelasan seorang dokter spesialis jantung oleh pendengarnya.
      Ambiguitas seringkali lebih baik dibandingkan dengan kejelasan. Untuk contoh ini bisa kita ambil dari dunia periklanan. Perhatikan saja betapa banyak iklan yang menggunakan istilah tidak jelas namun bisa meyakinkan konsumennya.
  Ada orang yang sangat dogmatis dalam setiap permasalahan. Oleh karena itu, wilayah penolaknya besar, misalnya orang yang begitu yakin apa yang di ajarkan orang tuanya pasti benar, termasuk cara memijat tube pasta gigi harus selalu dari ujung bawahnya. Begitu tube plastic di ganti alumunium sehingga di pijat dari manapun tube pasta gigi itupun tak ada bedanya, orang tadi akan tetap melakukan sepetri apa yang di ajarkan orang tuanya itu.

7.Teori Disonansi kognitif
Teori Leon Festinger mengenai dissonansi kognitif merupakan salah satu teori yang paling penting dalam sejarah psikologi sosial. Selama bertahun-tahun teori ini menghasilkan sejumlah riset dan mengisi aliran kritik, interpretasi, dan extrapolasi.
Festinger mengajarkan bahwa dua elemen kognitif termasuk sikap, persepsi, pengetahuan, dan perilaku.
TAHAP
1.  Posisi nol, atau irrelevant,
2. Kedua yaitu konsisten, atau consonant dan
3. Ketiga yaitu inkonsisten, atau dissonant. Dissonansi terjadi ketika satu elemen tidak diharapkan mengikuti yang lain. Jika kita pikir merokok itu berbahaya bagi kes ehatan, mereka tidak berharap kita merokok. Apa yang konsonan dan dissonan bagi seseorang tidak bisa berlaku bagi orang lain. Jadi kita harus selalu menanyakan apa yang konsisten dan yang tidak konsisten dalam sistem psik ologis orang itu sendiri.
Smoki dissonance

8. Process View.
  Agak berbeda dengan teori sebelumnya, Steve Duck (1985) menganggap bahwa kualitas dan sifat hubungan dapat diperkirakan hanya dengan mengetahui atribut masing-masing sebagai individu dan kombinasi antara atribut-atribut tadi. Sebagai contoh, seorang ibu yang langsung menanggapi anaknya yang menangis akan membentuk hubungan ibu-anak yang berbeda dengan ibu lain yang menunggu sekian lama sebelum menanggapi anaknya yang menangis. Meskipun demikian mengetahui atribut masing-masing hanyalah salah satu aspek yang mempengaruhi hubungan. Untuk mengenali tahap (kualitas hubungan) yang terjadi kita dapat melihatnya dari bagaimana saling menanggapi.
Lebih jauh Duck mengungkapkan bahwa hubungan tidak selalu berkembang dalam bentuk linear dan berjalan mulus, dan bahwa orang tidak selalu aktif mencari informasi mengenai partnernya, baisanya malahan informasi tersebut didapat secara kebetulan dan bukan sengaja dicari. Bagi Duck tidak semua hubungan akrab, tidak semua hubungan berkembang, dan hubungan dapat sekaligus stabil dan memuaskan.

9.Teori Hipotesis Kecocokan (Matching Hipothesis)
Walster dan Berscheid menjelaskan bahwa kita berkawan dan berkencan dengan mereka yang setara dengan kita dalam ha daya tarik fisik. Walaupun kita mungkin tertarik kepada orang-orang yang secara fisik paling menarik, kita berkencan dan berkawan dengan orang-orang yang mirip dengan kita dalam hal daya tarik fisik. Contoh kasus, Jika anda bertanya kepada sekelompok kawan, “Kepada siapa anda merasa tertarik?” mereka mungkin sekali akan menyebutkan nama-nama orang yang paling menarik yang mereka ketahui.

10.Teori Saling Melengkapi
  Theodore Reik, berpendapat bahwa kita jatuh cinta kepada orang yang memiliki karakteristik yang tidak kita miliki dan bahwa sebenarnya kita merasa iri. Orang tertarik kepada orang lain yang tidak serupa hanya dalam situasi-situasi tertentu.
Sebagai contoh, mahasiswa yang patuh dapat sangat cocok dengan seorang dosen yang agresif, tetapi mahasiswa ini tidak bias hidup cocok dengan istri atau suami yang agresif. Istri yang dominant mungkin cocok dengan suami yang penurut tetapi mungkin tidak cocok untuk beraul dengan teman yang penurut.
Teori ini meramalkan bahwa orang akan tertarik kepada mereka yang tidak serupa dengannya (artinya, tidak dogmatis).

11.Social Exchange.
Teori ini menelaah bagaimana kontribusi seseorang dalam suatu hubungan mempengaruhi kontribusi orang lainnya. Thibaut dan Kelley, pencetus teori ini, mengemukakan bahwa yang mengevaluasi hubungannya dengan orang lain
Dengan mempertimbangkan konsekuensinya, khususnya terhadap ganjaran yang diperoleh dan upaya yang telah dilakukan, orang akan tetap memutuskan untuk tetap tingal dalam hubungan tersebut atau meninggalkannya (mempertahankan hubungan datau mengakhirinya).
Ukuran bagi keseimbangan antara ganjaran dan upaya ini disebut comparisons level, dimana di atas ambang ukuran tersebut orang akan merasa puas dengan hubungannya. Misalnya kita beranggapan bahwa dasar dari persahabatan adalah kejujuran. Kita mengetahui bahwa sahabat kita berusaha untuk menipu, maka kita akan mempertimbangkan kembali hubungan persahabayan dengannya. Mungkin kita akan memutuskan untuk mengakhiri hubungan demi kebaikan, dengan kejujuran sebagai ambang ukuran, kita merasa bahwa ganjaran yang kita peroleh tidak sesuai dengan upaya kita untuk mempertahankan kejujuran dalam hubungan.
Sementara itu comparison level of alternatives merupakan hasil terendah/terburuk dalam konteks ganjaran dan upaya yang dapat ditolerir seseorang dengan mempertimbangkan alternative-alternatif yang dia miliki.
Jika seseorang tidak banyak memiliki alternative hubungan maka dia akan memberikan standar yang cukup itu seringkali dirasakan merugikan bagi dirinya, namun karena tidak banyak memiliki alternative hubungan, dia akan berusaha mempertimbangkan hubungan tersebut. Sedangkan orang yang banyak memiliki alternative akan lebih mudah meninggalkan suatu hubungan bila dirasakan bahwa hubungan tersebut sudah tidak memuaskan lagi. Konsekuansi suatu hubungan dan konsekuaensi yang digunakan akan berubah seiring dengan perjalanan hubungan tersebut.
Roloff (1981) mengemukakan bahwa asumsi tentang perhitungan antara ganjaran dan upaya (untung-rugi) tidak berarti bahwa orang selalu berusaha untuk saling mengeksploitasi, tetapi bahwa orang lebih memilih lingkungan dan hubungan yang dapat memberikan hasil yang diinginkannya.
Tentunya kepentingan masing-masing orang akan dapat dipertemukan untuk dapat saling memuaskan daripada hubungan yang eksploitatif. Hubungan yang ideal akan terjadi bilamana kedua belah pihak dapat saling memberikan cukup keuntungan sehingga hubungan menjadi sumber yang dapat diandalkan bagi kepuasan kedua belah pihak.
Pertanyaan??

Tidak ada komentar:

Posting Komentar